Kamis, 15 Maret 2012
ayolah yu, belajarlah profe, you have your own duty..

23.40 march, 15th


Aku menulis ini bukan karena aku merasa bahwa akulah yang benar karena tidak ada yang patut dipersalahkan disini.

Ketidaktahuan dan egoku begitu tinggi sehingga terkadang membuat atmosfer menjadi mencekik. Pikiran kekanakanku selalu dominan dalam menghadapi masalah dan aku ingin berubah, sungguh. Aku sadar aku selalu berharap terlalu berlebihan tanpa peka pada keadaan di sekitarku. Perilaku yang defensif irasional nampak selalu menang.

Jika aku sangat menyayangi seseorang, maka seluruh perhatianku akan kucurahkan buat dia. Terkadang hal ini sungguh berlebihan sehingga menimbulkan dampak negatif bagiku maupun orang lain. Aku ingin selalu berbagi dengan dia, melihat senyumnya saat menerima hadiah dariku sudah menjadi balasan yang cukup. Waktuku ,semuanya, kucurahkan untuk dia yang saat itu sedang menghadapi masa-masa sulit. Namun, setelah semuanya sudah kucurahkan tidak membuatku sedemikian paham.

Aku orang yang picik, yah memang. Aku selalu menuntut hanya untukku sendiri. Aku ingin dia memperhatikanku. Jarak sungguh sangat merepotkan. Aku ingin selalu ada di dekatnya. Hanya melihatnya saja, aku merasa sangat tenang. Rasanya semua masalah bisa teratasi dengan mudah. Tapi aku harus sadar akan realitas. Ini bukan hanya tentang hidupku tapi juga tentang hidup-nya. Walaupun tidak bisa bertemu, aku ingin merasakan kehadirannya, merasa kalau dia ada, keberadaannya yang membuatku tersenyum dan merasa mudah. Aku mulai merasakan masa yang sama dengan dia dulu. Namun, keadaannya berbeda. Dia tidak ada disampingku seperti aku disampingnya dulu. Aku tidak ingin egoisme selalu mengendalikanku.

Aku cukup bodoh memang, selalu menuntutnya. Aku hanya ingin merasakan keberadaannya walaupun dia tidak ada disampingku. Aku tersadar sekarang, ini selalu tentang aku , bukan dia. Aku tidak pernah melihat dari sudut pandangnya. Bagaimana bisa aku sedemikan bodoh? Aku begitu menyayanginya tapi mengapa aku selalu mementingkan diriku sendiri?

Aku menyesal, sangat. Aku tidak ingat bagaimana hal-hal yang dia lakukan untukku. Kalau saja aku bisa menemuinya detik ini, aku ingin memeluknya, lelaki yang aku sayangi itu. Aku minta maaf. Caraku untuk membuatku merasakan keberadaanmu sungguh salah.

Tepat satu setengah tahun yang lalu, aku melihatnya tersenyum. Nampak ia begitu bahagia. Aku ingin melihatnya seperti itu lagi. Aku tidak mau membebaninya lagi dengan masalahku yang remeh, hanya menginginkan keberadaannya. Kamu memiliki hal lain yang lebih penting dibandingkan aku. Aku ingin menjadi orang yang membuatmu semangat, seperti kamu yang menjadi semangatku.

Aku ingin melihatmu tersenyum bahagia seperti waktu itu. Aku gak akan membebanimu lagi.