Di dalam dunia engineering, terdapat istilah threshold yang berarti ambang batas.
Pada setiap pengukuran dari sesuatu, komponen dan piranti terkait memiliki
ambang batasnya masing-masing. Batas minimal dari memulai sesuatu dan batas
maksimal dalam mencapai sesuatu. Sebelum mencapai batas maksimal terdapat
toleransi yang diperbolehkan.
Di dalam dunia orang normal mungkin threshold ini nampak jelas. Namun, dia menyadari dia bukanlah orang
normal. Seseorang yang memiliki mental yang sehat tak mungkin saat ini
menghadapi ibu paruh baya yang menatapnya dengan perasaan iba walaupun
seperlima dari kisahnya saja belum dia selesaikan.
Dua tahun yang lalu, ia berdiri berdesakan di antara ibu-ibu
di pasar terbesar di kotanya. Dengan perasaan campur aduk dia mengkalkulasi
jumlah uang di dompetnya, untuk hidup satu bulan ke depan dan sebagian besar
isinya yang akan dia pertaruhkan di sini. Sepatu, pikirannya saat itu. Tiga
ratus ribu rupiah dia habiskan sebagai modal usaha saat itu. Dua kresek besar
dia bawa dengan susah payah keluar dari desakan puluhan orang disana. Waktu
menunjukkan pukul satu siang dan tidak memberikan keuntungan sama sekali karena
peluh setiap orang menetes dan bercampur jadi satu di ruangan tersebut. Ia
berusaha keluar melewati lorong dan setitik cahaya pintu berlabelkan “keluar”
menjadi udara segar baginya.
Haus. Ia pun duduk di salah satu “kedai” dawet di depan
pasar. Ibunya pernah berkata bahwa dawet disini biasa saja, banyak yang lebih
enak. Namun, ia merasa itu adalah minuman terenak yang pernah ia rasakan. Ia
memandang dua buah kantong plastik yang ada di hadapannya saat ini dan
optimisme-lah yang menjadi pegangannya saat itu.
“Namanya bagusnya apa ya Sri?”
“RhoIndonesia aja, Yu”
....
Yogyakarta sepertinya sedang akrab dengan matahari.
Bodohnya. Ia saat itu menggunakan pakaian warna gelap. Sepuluh menit yang lalu,
ia memacu motor maticnya dengan kecepatan tinggi setelah kuliah belum
benar-benar ditutup karena dosen masih berada di dalam ruangan. Tujuannya hanya
satu yaitu datang tepat waktu agar bisa mengantarkan barang pada pelanggan
pertamanya. Ia menunggu lima belas menit di tempat itu yang sialnya tidak ada
tempat untuk berteduh. Senyum merekah di wajahnya ketika menerima beberapa
lembar uang dari pelanggannya. Alhamdulillah, semangat Ayu demi sepatu buat
Manda.